Beberapa waktu lalu tabunya pendidikan seksual dan organ reproduksi di
Indonesia kembali terbukti dengan pernyataan keliru salah satu Pejabat
pemerintah yang mengusulkan dilakukannya pemisahan kolam renang antara laki-dan
perempuan dengan dalil bahwa dikhawatirkan terjadinya kasus kehamilan yang
disebabkan oleh sperma yang dikeluarkan oleh pria yang dengan sengaja atau tidak
sengaja di kolam renang dapat berenang menembus air kolam yang
mengandung klorin itu menuju Rahim wanita yang menyebabkan kehamilan karena
terlalu kuatnya kualitas sperma tersebut *tepok jidat*
Duh! Ini darurat sekali, beliau-yang-berstatement-keliru-ini adalah
pejabat tinggi yang harusnya ahli di bidangnya, kekeliruan beliau adalah salah
satu bukti bahwa kita darurat pendidikan seksual dan reproduksi. Saya memahami
statement beliau ini diberikan untuk menguatkan pentingnya terjadi pemisahan
lokasi berenang antara perempuan dan laki-laki yang bertujuan untuk melindungi
perempuan dari kasus pelecehan seksual dan kasus kejahatan seksual lainnya
seperti pedofilia, tetapi gak gini juga
alasannya ibuk ya ampun! menangis akutuh.
Jika ingin melindungi diri dan anak dari kasus pelecehan seksual dan
kejahatan seksual lainnya, mengingat kasus pelecehan seksual dan kasus
pedofilia semakin tahun semakin bertambah, maka hal ini harus dilakukan
orangtua dan anak sejak awal dari rumah sedini mungkin. Dengan mengajarkan pendidikan
kesehatan reproduksi keluarga sejak dini kepada anak, mereka akan tumbuh
sebagai pribadi yang mawas diri terhadap ancaman kasus kejahatan seksual, dan
pihak yang bertanggung jawab mengajarkan anak tentang pendidikan ini adalah
orangtua mereka sendiri. Namun karena hal ini dianggap tabu di Indonesia,
banyak orangtua yang malu bahkan tidak mau mengajarkan pendidikan seksual
kepada anaknya. Mereka beranggapan bahwa dengan mengajarkan pendidikan seksual
sama halnya dengan mengajarkan anak untuk melakukan seks bebas, padahal pendidikan
seksual ini luas sekali. Anak yang tidak diberikan pendidikan sesual sejak dini
selain sangat beresiko mengalami pelecehan seksual, mereka juga akan mencari
jalan yang salah dalam mengisi rasa penasaran mereka tentang pendidikan seksual
yang tidak diajarkan di rumah. Mereka justru akan mencari tau dari teman seumurannya
atau media pornografi. Maka dari itu penting orangtua untuk memberikan
pendidikan seksual kepada anak sebagai benteng diri mereka dari kesalahan ini.
Orangtua tidak perlu ragu dalam memberikan pendidikan seksual kepada
anak sejak dini, karena muatan pendidikan seksual juga tentu saja
diberikan kepada anak harus berdasarkan umurnya. Banyak orangtua beranggapan
bahwa pendidikan seksual baru dimulai saat anak mereka telah beranjak remaja. Padahal
ini sangat keliru, pendidikan seksual seharusnya dimulai bahkan sejak mereka
bayi hingga dewasa. Pendidikan seksual harus dimulai dengan cara yang sederhana
sampai dengan cara yang lebih spesifik mengikuti kemampuan anak dalam mengolah
informasi.
A. Usia 0-2 tahun.
Periode pertama pendidikan seksual kepada anak dapat dimulai sejak ia
berusia 0-2 tahun. Pada periode ini pendidikan seksual yang dapat dilakukan
orangtua adalah dengan mengenalkan anak kepada organ-organ apa saja yang ada di tubuhnya seperti tangan, kaki, leher, begitu juga organ
reproduksi. Kesalahan pertama orangtua dalam pendidikan seksual adalah dengan
mengganti nama organ reproduksi dengan nama lain seperti burung, dudu,
titit, cookie, bunga, dll. Anak harus diajarkan bahwa organ reproduksi
mereka memiliki nama yang benar, mereka harus diajarkan bahwa organ reproduksi
laki-laki bernama penis dan organ tubuh perempuan bernama vagina.
Banyak kasus pelecehan seksual kepada anak dikarenakan mereka tidak dapat
menyampaikan dengan benar apa yang terjadi kepada mereka. Salah satu contoh
kasus ini terdapat seorang anak TK yang mengatakan kepada gurunya bahwa
pamannya menjilat “kuenya”. Awalnya sang guru tidak menemukan keanehan
kasus ini, tetapi karena si anak tersebut mengunggapkan hal ini terus menerus
dengan ketakutan maka sang guru membicarakan hal ini kepada orangtua anak
tersebut. Terbongkarlah bahwa “kue” yang dimaksud anak tersebut adalah kemaluan sang anak.
Kesalahan fatal seperti ini sangat dianggap remeh oleh orangtua karena
mereka menganggap mengajarkan anak menyebutkan organ reproduksinya dengan nama
yang tepat adalah bentuk dari ketidak sopanan, padahal dalam literatur
pendidikan maupun agama, pembahasan tentang organ reproduksi selalu dituliskan
dan diungkapkan dengan nama aslinya seperti organ tubuh lainnya seperti lengan,
kepala, kaki, dll. Jika kebingungan bagaimana cara mengajarkannya, orangtua
dapat mengenalkan nama organ reproduksi mereka saat memandikan dan mengganti
popok anak. Contohnya saat mengganti popok orangtua bisa berkata kepada anak
“wah popoknya sudah penuh, kita ganti yuk popoknya dengan yang baru, ibu/ayah
bantu yah bersihkan penisnya adek yah biar bersih dan nyaman”.
Pada usia ini juga orangtua sebaiknya mulai membiasakan mengajarkan
budaya malu kepada anak. Sejak mereka lahir orangtua harus menjaga privasi
anak, orangtua tidak boleh sembarangan menampakan aurat atau kemaluan mereka di
tempat publik. Sangat disayangkan banyak orangtua dengan santainya menggantikan
popok anaknya atau memandikan anaknya dengan posisi telanjang di ruang publik
atau dunia maya dengan alasan bahwa “ah masih anak-anak ini”. Padahal
privasi tetaplah privasi, anak-anak perlu diajarkan budaya malu sejak dini,
agar mereka terbiasa menghargai privasi mereka sendiri, dan juga predator
anak-anak ini sekarang ada dimana-mana ibu bapak, tolong lindungi anak kalian
dari kejahatan mereka dengan melindungi privasi anak dengan mengganti popok
anak atau memandikan anak di tempat yang tertutup atau tempat khusus.
Pada usia ini, sebisa mungkin hanya papa mama atau orang-orang tertentu
yang dapat dipercaya untuk membantu anak dalam urusan memandikan, memakaikan
baju, membersihkan kotoran, memakaikan popok sampai anak bisa mandiri
mengerjakannya sendiri. Hal ini sangatlah penting, mengingat kasus pelecehan
seksual dan kejahatan pedofilia pada kenyataannya datang dari lingkungan orang
terdekat. Hal ini bukan mengajarkan orangtua untuk berburuk sangka kepada orang
terdekat, tetapi mengajarkan orangtua untuk lebih bertanggung jawab dan
mengutamakan keselamatan anak mereka sendiri.
B. Usia 2-5 tahun.
Pada periode ini mereka perlu diajarkan konsep tentang gender serta
perlu ditanamkannya konsep maskulitas dan feminitas yang baik dan benar kepada
anak laki-laki dan perempuan. Mereka juga perlu diajarkan hanya laki-laki yang
memiliki penis dan hanya perempuan yang memilki vagina. Di usia ini anak-anak
biasanya sudah memulai masa potty training, dimana mereka mulai belajar
cara membersihkan diri yang benar setelah buang air. Orangtua sudah bisa
mengenalkan kepada anak bagian-bagian tubuh privatenya seperti kemaluan,
pantat, payudara dan tidak ada yang boleh menyentuh bagian tubuh itu selain
papa mamanya. Dalam proses potty training tersebut orangtua bisa sambil
bercakap-cakap dengan anak, orangtua bisa mengatakan
“adek, ini dan itu adalah tubuh adek yang paling private, yang boleh
menyentuh dan melihat ini semua hanya adek sendiri atau papa mama di waktu dan
tempat tertentu seperti mandi, ganti baju, atau bersihkan kotoran adek seperti
sekarang. Papa mama boleh pegang karena papa mama sedang membantu adek karena
adek belum bisa melakukan sendiri, nanti kalau adek sudah bisa mengerjakannya
sendiri, hanya adek yang boleh menyentuh dan melihat ini semua tapi hanya boleh
dilakukan saat adek di tempat tertutup saat diperlukan kaya sekarang yah dek,
dan gak ada yang boleh pegang dan lihat ini semua, siapapun gak boleh termasuk
temen-temen adek apalagi oranglain. Kalau ada yang berani mau pegang dan maksa
lihat, adek larang dia dan adek lapor ke papa mama yah”.
Orangtua juga harus kembali mengajarkan malu dan mulai mengajarkan
konsep aurat atau batasan apa-apa saja yang bersifat private dan dimana-mana
saja boleh menampakan hal private ini kepada anak. Misalkan saat keluar kamar
mandi tubuh harus ditutup dengan handuk, anak hanya boleh telanjang di kamar
mandi yang tertutup atau di kamarnya sendiri saat mengganti baju, selain dari
tempat itu maka anak tidak boleh telanjang sembarangan. Orangtua sebaiknya juga
memberikan contoh dengan tidak mengganti baju di depan anak, orangtua juga
harus membudayakan malu ke anaknya. Pada usia ini sebaiknya anak perempuan
sebaiknya hanya boleh dimandikan oleh ibunya, sedangkan anak laki-laki hanya
boleh dimandikan oleh ayahnya dan sebisa mungkin tidak boleh mandi campur
antara anak perempuan dengan ayah atau anak laki-laki dengan ibunya. Jika hal
ini tidak dilakukan maka semuanya akan percuma, anak akan akan mengira boleh
melihat aurat oranglain atau auratnya dilihat oleh oranglain karena terbiasa
melihat aurat orangtuanya. Maka sebaiknya sedini mungkin mereka diajarkan untuk
menjaga area private mereka.
Pada usia ini anak sebaiknya juga mulai dibiasakan tidur terpisah dari
orangtuanya. Psikolog anak mengatakan anak tidur terpisah dari orangtuanya
dapat dilakukan mulai dari usia 2 tahun maksimal usia 5 tahun, lebih dari itu
sudah merupakan keharusan. Selain untuk melatih kemandirian, hal ini juga untuk
menghindari anak secara tidak sengaja melihat hal yang tidak pantas untuk
mereka lihat, yaitu saat anak tidak sengaja melihat orangtua melakukan aktifitas seksual, tentu
saja ibu bapak tidak menginginkan hal ini terjadikan?
C. Usia 6-8 tahun.
Pada usia ini
orangtua dapat mengulang dan mendiskusikan kembali kepada anak tentang
batasan-batasan siapa saja dan apa aja daerah private mereka yang tidak boleh
disentuh dan dilihat oleh oranglain. Tegaskan padanya bahwa organ intimnya adalah hanya miliknya
seorang dan hanya dia yang boleh menyentuh. Bahkan kerabat dan tetangga sendiri
tak boleh menyentuh. Hal ini perlu ditegaskan kepada anak dan menjadi fokus pendidikan seks di usia ini, sebab sebagian besar predator
seksual anak adalah orang-orang terdekat. Jika
menggunakan kacamata Islam, sebaiknya orangtua sudah memberi pemahaman konsep apa
itu mahram, siapa-siapa saja mahram dan non mahram mereka, dan bagaimana cara
berinteraksi dengan mahram dan non mahram mereka. Mereka juga perlu diajarkan
sopan santun dan waktu-waktu tertentu saat ingin masuk kamar orangtua. Mereka
harus faham oh sebelum masuk kamar selain kamar mereka sendiri, mereka harus
mengetuk pintu terlebih dahulu dan tidak boleh asal nyelonong masuk kamar
oranglain terutama kamar orangtuanya.
Orangtua
juga sudah bisa mendiskusikan tentang reproduksi adalah cara berkembang biak
makhluk hidup. Pada usia ini anak telah mampu berfikir kritis dan mulai
menanyakan hal-hal yang membuat mereka penasaran. Orangtua tidak perlu takut
dan bohong saat anak mulai menanyakan tentang darimana datangnya bayi, bagaimana
bayi bisa keluar dari perut ibu, mengapa dada ibu ukurannya berbeda dengan ayah
atau mereka sendiri. Jika anak menanyakan darimana datangnya bayi dan bagaimana
cara membuat bayi cara paling sederhana adalah dengan menjawab dengan jujur dan
sesuai kemampuan mereka berfikir.
Katakan
saja bahwa ada banyak cara proses terjadinya kamu dan adik bayi. Jika
menggunakan cara Islami orangtua dapat menjelaskan dengan kisah yang ada dalam
Al-Quran, anak bisa dijelaskan terlebih dahulu tentang kisah Nabi Adam dan
Hawa. Atau katakan saja
“dengan kekuasaan dan kehendak Allah SWT adik bayi berasal dari sel sperma atau mani ayah yang dititipkan di Rahim ibu atas izin Allah dengan cara aktifitas yang hanya dapat dilakukan oleh orang dewasa setelah menikah, jadi adik nih ada atas kehendak dan kekuasaan Allah, Masya Allah yah nak”.
Orangtua
tidak perlu panik apalagi menjawab dengan berbohong saat anak mulai menanyakan
hal-hal kritis terutama tentang masalah yang berhubungan dengan pendidikan
seksual. Jawab saja sejujurnya, jika kiranya belum saatnya mereka tau tentang
sesuatu misalnya seperti pertanyaan yang menjurus kepada aktifitas seksual
sedangnya pada usia ini mereka belum saatnya mengetahui hal itu maka beritahu
saja mereka "bahwa mama dan papa akan menjawab pertanyaan ini nanti tapi belum
sekarang karena usia adek belum cukup untuk mengetahui hal ini".
Di usia
ini orangtua bisa kembali mengulang pengetahuan tentang cara bersuci kepada
anak. Orangtua dapat kembali mendiskusikan dan mengajarkan pentingnya esensi
menjaga kebersihan diri dengan bersuci seperti mandi, membersihkan kemaluan,
dan dalam tuntunan Islam mengajarkan
cara berwudhu sebagai salah satu cara membersihkan diri dan hal-hal apa
saja yang dapat membatalkan wudhu.
D. Usia
9-12 tahun.
Kebanyakan anak memulai masa pubertasnya pada usia ini. Orangtua dapat
memulai menjelaskan kepada anak tentang pubertas di usia ini agar mereka tidak panik
menghadapi perubahan fisik mereka secara drastis pada fase ini. Dengan metode
pendekatan diskusi dan ngobrol kepada anak orangtua dapat menjelaskan apa itu
pubertas, perubahan apa saja yang akan mereka dapati di fase ini, dan katakan kepada mereka fase ini normal dialami semua manusia dan mereka tidak perlu panik
ataupun malu menghadapi fase ini. Katakan bahwa perempuan akan mengalami
perubahan bentuk dan beberapa bagian tubuh serta menstruasi, jelaskan apa itu
menstruasi dan bagaimana proses menstruasi itu terjadi. Kepada anak laki-laki
bahwa mereka akan mengalami perubahan fisik dan suara yang drastis, serta akan
mengalami mimpi basah, apa itu mimpi basah dan bagaimana proses mimpi basah itu
terjadi, dan hal ini sebagai bentuk tanda bahwa kini mereka adalah manusia yang
telah aktif organ reproduksinya dan hal ini sangatlah normal dan terjadi kepada
setiap manusia.
Beberapa anak yang tidak mendapatkan pengetahuan tentang pubertas akan
panik dan malu ketika menghadapi pubertas, mereka akan malu mengetahui perubahan
bentuk tubuhnya, karena mengira hal ini aneh dan memalukan. Dikarenakan kini
mereka telah masuki fase pubertas, orangtua perlu mengajari hal-hal apa saja
yang tidak boleh mereka lakukan dan apa konsekuensinya. Misalkan kepada anak
perempuan orangtua wajib mengajarkan bagaimana cara menggunakan pembalut yang
benar, berapa jumlah pemakaian pembalut yang tepat untuk kesehatan, serta cara
menjaga kebersihan diri ketika menstruasi. Mereka perlu tau ketika telah
memasuki fase pubertas, organ reproduksi mereka telah aktif untuk bekerja untuk
berkembang biak. Mereka perlu tau bagaimana mekanisme proses terjadinya
perkembang biakan makhluk secara jelas di fase ini. Bahwa jika terjadi
pertemuan antara sperma dan sel ovum melalui media seks, manusia baru dapat
terbentuk, maka dari itu mereka perlu menjaga diri. Mereka harus kembali
diajarkan cara bagaimana menjaga diri yang benar, orangtua tidak boleh
membohongi anak dengan hal-hal mitos demi menjaga anak.
Banyak hingga saat ini
orang dewasa yang masih mengira bahwa bersentuhan fisik antara perempuan dan laki-laki
yang telah akhir baligh dapat menyebabkan kehamilan, inikan salah dan keliru.
Orangtua harus jujur, bahwa hanya hubungan seksual yang dapat menyebabkan
terjadinya kehamilan. Oleh karena itu mereka harus menjaga diri dengan
menghindari seks bebas dan kontak fisik berlebihan yang menjurus ke arah
kegiatan intim dengan oranglain.
Jelaskan kembali tentang siapa saja yang boleh
berhubungan fisik dengan mereka, selain papa-mama, kakek nenek, saudara
kandung, atau mahram lainnya, tidak boleh ada oranglain yang boleh memeluk,
menyentuh alat vital mereka. Jelaskan bagaimana cara menjaga diri dan menolak
jika ada yang berbuat tidak senonoh kepada mereka. Dan jika dalam Islam mereka
wajib diajarkan bagaimana cara bersuci ketika mendapatkan hadast besar seperti
haid dan mimpi basah, mereka wajib mengetahui cara berjunub dan konsekuensi
jika tidak berjunub.
F. Usia 13-17 tahun.
Pada usia remaja pengetahuan seksual harus lebih intens lagi. Orangtua sudah harus lebih terbuka berdiskusi dan mau mendengarkan pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan anak remaja mereka. Karena yang harus menjadi fokus orangtua adalah bagaimana memberdayakan dan menyiapkan anak dan anak muda untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Memasuki usia ini anak remaja biasanya mulai mengenal dunia asmara, mereka mulai menunjukan ketertarikan kepada oranglain dan fase ini sebenarnya normal-normal saja. Oleh karena itu orangtua sebaiknya mengajarkan beberapa hal kepada anaknya sebagai bekalnya berinteraksi dengan oranglain. Pada usia ini orangtua bisa mendiskusikan banyak hal kepada anak remaja mereka seperti pengenalan tentang bagaimana hubungan asmara yang benar itu, etika hubungan antar remaja, menentukan batasan diri dan menghormati batasan orang,ain, penggunaan etis dari sosial media, mereka perlu tau bagaimana dan apa-apa saja yang boleh dilakukan di sosial media. Orangtua juga perlu menjelaskan mekanisme seks yang benar seperti apa dan kapan sebaiknya seks itu boleh dilakukan serta resiko penyebab dan pencegahan PMS(penyakit menular seksual) juga penyimpangan seks serta orientasi seksual yang bisa ditinjau dari sisi medis dan sisi agama.
Jika bingung bagaimana membahas pendidikan seksual pada anak-anak dan remaja, orangtua bisa memanfaatkan “golden moment” misalnya saat sedang menonton tv yang sedang menayangkan kasus perkosaan, saat sedang melakukan aktivitas berdua (memasak, membereskan tempat tidur, dll). dengan memanfaatkan golden moment, obrolan antara orangtua dan anak akan lebih santai dan tidak tegang, anak juga akan lebih mendengarkan dengan terbuka akan pengetahuan baru ini. orangtua juga perlu mendengarkan apa yang diucapkan anak dengan sungguh-sungguh. Pahami pikiran dan perasaan mereka. Dengan demikian mereka akan merasa diterima. Jika sudah merasa diterima, mereka akan membuka diri, percaya, dan mudah diajak bekerja sama.
Pendidikan seks bukan hanya mengenai penerangan seks, karena seks bukan semata-mata menyangkut masalah biologis atau fisiologis tentang kehidupan seksual saja, melainkan juga meliputi soal-soal psikologis, social-kultural agama dan kesehatan. Oleh karena itu sebaiknya kita mengajarkan pendidikan seksual yang baik dan benar kepada anak sedini mungkin sebagai benteng pertahanan diri dan oranglain.
Komentar
Posting Komentar